Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak bisnis memilih digital marketing agency dengan skema performance-based. Artinya: Agency hanya dibayar jika ada hasil.
Sekilas terdengar sangat menguntungkan bukan? Namun sebelum Anda memilih model ini, Anda perlu memahami cara kerjanya, kelebihan, kekurangannya, dan risiko tersembunyinya.
Karena model “dibayar kalau ada hasil” tidak selalu cocok untuk semua bisnis.
Apa Itu Performance-Based Digital Marketing Agency?
Performance-based berarti:
✅ Agency dibayar berdasarkan pencapaian hasil tertentu
✅ Fee mengikuti kinerja bisnis
✅ Ada target KPI yang harus dicapai
Contoh KPI yang umum digunakan:
- Jumlah leads
- Revenue yang dihasilkan (profit sharing)
- Jumlah transaksi/checkouts
- CPL/CPA tertentu
Semakin baik performa campaign → semakin besar fee agency
Karena itu banyak yang menyebutnya:
“Win-Win Growth Collaboration”
Kelebihan Agency Performance-Based
✅ 1️⃣ Risiko Lebih Rendah untuk Klien
Anda membayar ketika ada hasil, bukan sekadar kerja.
Cocok untuk:
- UMKM yang baru mulai digital marketing
- Bisnis yang ingin jaminan ROI
✅ 2️⃣ Agency Punya Motivasi Tinggi untuk Maksimalkan Hasil
Karena penghasilan mereka bergantung pada performa, bukan jam kerja.
✅ 3️⃣ Cocok untuk Bisnis yang Sudah Terbukti Laku
Produk yang demand-nya kuat akan scale lebih cepat lewat model ini.
Kekurangan yang Harus Dipahami
Tidak semua bisa masuk model performance-based.
Karena agency akan menanggung sebagian risiko bisnis Anda.
❌ 1️⃣ Tidak Fleksibel untuk Brand Awareness
Model ini fokus penjualan, bukan branding jangka panjang.
❌ 2️⃣ Bias ke Produk yang “Mudah Dijual”
Agency bisa menolak bisnis yang:
- Audience kecil
- Market belum teredukasi
- Buyer journey panjang
- Belum punya reputasi brand
Tidak cocok untuk bisnis tahap awal yang masih mencari product–market fit.
❌ 3️⃣ Bisa Memunculkan Konflik Investasi
Siapa yang membayar:
- Creative & produksi konten?
- Software tools?
- Landing page development?
Jika tidak jelas → masalah bisa muncul di tengah jalan.
Risiko Tersembunyi yang Sering Tidak Disadari
⚠️ 1️⃣ Agency Bisa Menguasai Data & Aset Digital Anda
Karena merasa “ikut berkontribusi pada revenue”
Mereka bisa mengklaim kepemilikan:
- Data leads
- Pixel audience
- Campaign assets
Ini berbahaya saat kontrak berakhir.
⚠️ 2️⃣ Insentif Pencapaian Jangka Pendek
Agency bisa fokus pada:
- Lead banyak tapi kualitas rendah
- Promo agresif tapi margin tertekan
- Target cepat tanpa strategi brand
Hasil cepat tapi tidak sustainable.
⚠️ 3️⃣ Ketergantungan Tinggi
Jika semua channel digantungkan pada satu agency →
Ketika hengkang, bisnis bisa jatuh drastis.
Kapan Model Performance-Based Cocok Dipilih?
| Kondisi Bisnis | Cocok / Tidak |
| Produk sudah terbukti laku | ✅ Cocok |
| Market sudah jelas | ✅ Cocok |
| Funnel sudah ada | ✅ Cocok |
| Butuh brand awareness | ❌ Tidak cocok |
| High risk industry (crypto, finance) | ❌ Tidak disarankan |
✅ Cocok untuk bisnis yang ingin scale
❌ Tidak cocok untuk bisnis yang belum stabil
Tips Memilih Performance-Based Agency Tanpa Terjebak
Gunakan 4 pertanyaan ini dalam meeting pertama:
1️⃣ “Siapa pemilik aset digital dan seluruh data campaign?”
2️⃣ “Apa definisi lead/sales yang dihitung sebagai performa?”
3️⃣ “Bagaimana strategi jangka panjang setelah performa tercapai?”
4️⃣ “Biaya apa saja yang saya tetap harus bayar?”
Kontrak harus sangat jelas, tidak boleh abu-abu.
Kesimpulan
Performance-based agency bukan solusi ajaib, tapi strategi kemitraan yang tepat jika:
✅ Bisnis Anda sudah memiliki demand kuat
✅ Produk memiliki kualitas dan review yang baik
✅ Anda ingin scale dengan risiko kecil
✅ Agency memiliki standar transparansi tinggi
Namun jika salah pilih, Anda bisa kehilangan kontrol, margin, bahkan data bisnis.
Jadi pastikan memilih partner yang benar-benar:
- Mengerti bisnis Anda
- Transparan soal aset & perhitungan performa
- Fokus pada pertumbuhan jangka panjang





